Makalah EPTIK Cyber Crime Pembajakan CD/DVD

PELANGGARAN HAK CIPTA
TERHADAP PEMBAJAKAN CD/VCD




DISUSUN OLEH :
1.      Betri Agusnurdinah          12147727
2.      Pertonela Pelda                 12144518
3.      Rizca Sapta Dini               12145578
4.      Yuliana                              12144500


Kelas : 12.6B.31

Dosen :
Ibu Adika May Sari 


Jurusan Manajemen Informatika
Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Bina Sarana Informatika
Jakarta

2016



KATA PENGANTAR

                Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga tugas makalah ini dapat terselesaikan dengan baik yang berjudul : “PELANGGARAN HAK CIPTA TERHADAP PEMBAJAKAN CD/VCD”

            Tugas makalah ini dibuat untuk memenuhi syarat Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi (EPTIK), walaupun makalah ini masih jauh dari kata sempurna, namun diharapkan dapat menambah pengetahuan kita tentang pelanggaran hak cipta yang terjadi di Indonesia.
           
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya, untuk itu kami meminta maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat kata-kata yang salah di dalam penulisan tugas makalah ini. Dan kami juga mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar kami dapat menyempurnakan tugas makalah yang telah kami buat ini.

Makalah ini dapat diselesaikan dari bantuan beberapa pihak, dalam kesempatan  ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1.      Ibu Adika May Sari  selaku dosen mata kuliah kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi (EPTIK) yang telah memberikan banyak pengetahuan mengenai mata kuliah EPTIK dan tentang penyusunan makalah ini.
2.      Orang tua dan keluarga kami yang selalu mendukung dan mendoakan kami, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan baik.
3.      Teman-teman yang telah memberikan saran-saran kepada penulis selama pembuatan makalah ini.


Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.


Jakarta, 25 April 2017
Kelompok 4


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah.................................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................................3

BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Cyber Crime.............................................................................................................4
            2.1.1 Jenis Cyber Crime.....................................................................................5
2.2 Pelanggaran Hukum Di Dunia Maya (Cyber Crime)………...............................................6
2.3 Tinjauan Hukum……………………………..........................................................8

BAB III PEMBAHASAN
3.1 Tinjauan Umum.....................................................................................................10
3.2 Pengertian Hak Cipta….........................................................................................13
3.3 Kasus Pelanggaran Hak Cipta Di Dunia IT ..........................................................15
3.4 Undang-Undang Hak Cipta...................................................................................17
3.5 Perlindungan Hak Cipta.........................................................................................20
3.6 Strategi Penanggulangan Cyber Crime..................................................................24

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan............................................................................................................26
4.2 Saran......................................................................................................................26


DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................28




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG

Banyaknya pembajakan di bidang Hak Cipta lainnya menjadikan Indonesia sebagai surga bagi para pembajak sehingga pemegang Hak Kekayaan Intelektual banyak yang di rugikan. Hal tersebut di ungkapkan oleh Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Departemen Kehakiman dan HAM Abdul Bari Azed. Keberadaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam hubungan antar manusia dan antar Negara merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. HKI juga merupakan sesuatu yang Given dan Inheren dalam sebuah masyarakat industri atau yang sedang mengarah kesana. Keberadaannya senantiasa mengikuti dinamika perkembangan itu sendiri, begitu pula halnya dengan masyarakat dan bangsa Indonesia yang mau tidak mau bersinggungan dan terlibat langsung.
Indonesia sebagai Negara kepulauan memiliki keanekaragaman seni budanya yang sangat kaya. Hal ini sejalan keanekaragaman etnik, suku bangsa Kekanyaan seni dan budanya itu merupakan salah satu sumber dari karya intelektual yang dapat dan perlu dilindunggi. Kekayaan seni dan budanya itu merupakan salah satu sumber dari karya intelektual yang dapat dan perlu dilindunggi oleh undang- undang.
Salah satu perkembangan yang menonjol dan memperoleh perhatian seksama dalam masa sepuluh tahun terakhir dan kecenderungan yang masih berlangsung di masa yang akan datang adalah meluasnya globalisasi baik di bidang sosial, ekonomi, budanya maupun bidang- bidang kehidupan lainnya. Dibidang perdagangan, terutama karena perkembangan teknologi informasi dan transportasi telah menjadikan kegiatan di sektor ini meningkat secara pesat dan bahkan telah menempatkan dunia sebagai pasar tunggal bersama. Dengan memperhatikan kenyataan dan kecenderunggan seperti itu maka menjadi hal yang dapat dipahami adanya tuntutan kebutuhan bagi pengaturan dalam rangka perlingungan hukum yang memadai, apalagi beberapa Negara semakin mengandalkan kegiatan ekonomi dan perdagangannya pada produkproduk yang hasilnya atas dasar kemampuan intelektualitas manusia seperti karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
Pembajakan pada bidang perfilman sudah berjalan sejak tahun 80-an dimana pembajakan bisa dilakukan di rumah dengan melakukan penggandaan dari betamax ke betamax. Hal itu memang mudah sekali. Kemudian berkembang kepada laser disk sampai VCD pada laser Disk yang terjadi bukanlah pelanggaran hak cipta, tetapi yang terjadi adalah pararel import : khusus masalah pararel import, telah diatur suatu undang-undang dibidang perfilman yaitu undang-undang No. 8 tahun 1982 yang mengatur tata cara usaha perfilman dan tata cara suatu film dapat masuk Indonesia Pembajakan CD/VCD dilakukan dengan membajak dari film-film yang belum beredar dan belum ditayangkan di Indonesia kemudian pelakuknya sudah mengedarkan di Indonesia. Kalau dilihat dan diamati dari tahun 80-an sampai sekarang bisa ditarik suatu garis besarnya pertama adalah masalah law enforcement. Penegakan dan Penanganan Hak Cipta tidak pernah serius dan tuntas. UU No 19 tahun 2002 yang pidananya lebih tinggi tersebut ternyata malahan menurunkan harga VCD bajakan, jadi UU tersebut justru menurunkan harga VCD bajakan, bukan VCD originalnya. Sebelum UU tersebut di undang kan harga VCD bajakan sekitar 20-25 ribu rupiah, tetapi begitu diundangkan VCD malahan lebih murah, sehingga pedagang bisa lebih untung.

1.2  PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pada uraian dan latar belakang diatas maka ruang lingkup masalah pokok dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana Fenomena pelanggaran Hak Cipta Pembajakan CD/VCD.
2. Bagaimana upaya penanggulangan pelanggaran Hak Cipta pada pembajakan CD / VCD.

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan uraian latar belakang dan pokok permasalahan sebagaimana telah dikemukakan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui fenomena pelanggaran Hak Cipta pembajakan CD / VCD.
2. Mengetahui penanggulangan pelanggaran Hak Cipta pembajakan CD/VCD.


1.4 MANFAAT PENELITIAN
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun sacara praktis, yaitu:
1. Dari segi teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengambangan   hak kekayaan intelektual khususnya mengenai masalah pelanggaran hak cipta.
2. Dari segi praktis penilitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah dalam upaya menanggulangi pelanggaran hak cipta.


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. CYBER CRIME
Cybercrime adalah tindakan kriminal yang dilakukan dengan menggunakan teknologi computer sebagai alat kejahatan utama. Cybercrime merupakan kejahatan yang memanfaatkan perkembangan teknologi komputer khususnya internet. Cybercrime atau kejahatan dunia maya dapat didefenisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan komunikasi.
Andi Hamzah dalam bukunya “Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer” (1989) mengartikan cybercrime sebagai kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara illegal.
Cybercrime, terjadi pertama kali di Amerika Serikat pada tahun 1960-an. Pada tahun 1970 di Amerika Serikat terjadi kasus manipulasi data nilai akademik mahasiswa di Brooklyn College New York, kasus penyalahgunaan komputer perusahaan untuk kepentingan karyawan, kasus pengkopian data untuk sarana kejahatan penyelundupan narkotika, kasus penipuan melalui kartu kredit. Selain itu, terjadi pula kasus akses tidak sah terhadap Database Security Pacific National Bank yang mengakibatkan kerugian sebesar $10.2 juta US pada tahun 1978. Selanjutnya kejahatan serupa terjadi pula disejumlah negara antara lain Jerman, Australia, Inggris, Finlandia, Swedia, Austria, Jepang, Swiss, Kanada, Belanda dan Indonesia. Kejahatan tersebut menyerang terhadap harta kekayaan, kehormatan, sistem dan jaringan komputer. 
 Cybercrime terjadi di Indonesia sejak tahun 1983, terutama di bidang perbankan. Dalam tahun – tahun berikutnya sampai saat ini, di Indonesia banyak terjadi cybercrime, misalna pembajakan program komputer, cracking, penggunaan kartu kredit pihak lain, ponografi, termasuk kejahatan terhadap nama domain. Selain itu, kasus kejahatan lain yang menggunakan komputer di Indonesia antara lain penyelundupan gambar – gambar porno melalui internet (cyber smuggling), pagejacking (moustrapping), spam (junk mail), intercepting, cybersquatting, typosquatting. Sedangkan kasus kejahatan terhadap sistem atau jaringan komputer anatara lain cracking, defacing, Denial of Service Attack (DoS), Distributed Denial of Service Attack (DdoS), penyebaran virus (worm), dan pemasangan logic bomb. 

2.1.1. JENIS CYBER CRIME
Berdasarkan jenis aktifitas yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi beberapa jenis sebagai berikut:
1.      Cybercrime sebagai tindakan kejahatan murni
Dimana orang yang melakukan kejahatan yang dilakukan secara di sengaja, dimana orang tersebut secara sengaja dan terencana untuk melakukan pengrusakkan, pencurian, tindakan anarkis, terhadap suatu system informasi atau system computer.
2.      Cybercrime sebagai tindakan kejahatan abu-abu
Dimana kejahatan ini tidak jelas antara kejahatan criminal atau bukan karena dia melakukan pembobolan tetapi tidak merusak, mencuri atau melakukan perbuatan anarkis terhadap system informasi atau system computer tersebut.
3.      Cybercrime yang menyerang individu
Kejahatan yang dilakukan terhadap orang lain dengan motif dendam atau iseng yang bertujuan untuk merusak nama baik, mencoba ataupun mempermaikan seseorang untuk mendapatkan kepuasan pribadi. Contoh : Pornografi, cyberstalking, dll
4.      Cybercrime yang menyerang hak cipta (Hak milik) :
Kejahatan yang dilakukan terhadap hasil karya seseorang dengan motif menggandakan, memasarkan, mengubah yang bertujuan untuk kepentingan pribadi/umum ataupun demi materi/nonmateri.
5.      Cybercrime yang menyerang pemerintah :
Kejahatan yang dilakukan dengan pemerintah sebagai objek dengan motif melakukan terror, membajak ataupun merusak keamanan suatu pemerintahan yang bertujuan untuk mengacaukan system pemerintahan, atau menghancurkan suatu Negara.

2.2 PELANGGARAN HUKUM DI DUNIA MAYA (CYBER CRIME)
   Munculnya revolusi teknologi informasi dewasa ini dan masa depan tidak hanya membawa dampak pada perkembangan teknologi itu sendiri, akan tetapi juga akan mempengaruhi aspek kehidupan lain seperti agama, kebudayaan, sosial, politik, kehidupan pribadi, masyarakat bahkan bangsa dan negara. Jaringan informasi global atau internet saat ini telah menjadi salah satu sarana untuk melakukan kejahatan baik domestik maupun internasional. Internet menjadi medium bagi pelaku kejahatan untuk melakukan kejahatan dengan sifatnya yang mondial, internasional dan melampaui batas ataupun kedaulatan suatu negara. Semua ini menjadi motif dan modus operasi yang amat menarik bagi para penjahat digital.
a.       Latar Belakang Undang-Undang ITE (Informasi Transaksi Elektronik)
Harus diakui bahwa Indonesia belum mengadakan langkah-langkah yang cukup signifikan di bidang penegakan hukum (law enforcement) dalam upaya mengantisipasi kejahatan dunia maya seperti dilakukan oleh negara-negara maju di Eropa dan Amerika Serikat. Kesulitan yang dialami adalah pada perangkat hukum atau undang-undang teknologi informasi dan telematika yang belum ada sehingga pihak kepolisian Indonesia masih ragu-ragu dalam bertindak untuk menangkap para pelakunya, kecuali kejahatan dunia maya yang bermotif pada kejahatan ekonomi/perbankan.
Untuk itu diperlukan suatu perangkat UU yang dapat mengatasi masalah ini seperti yang sekarang telah adanya perangkat hukum yang satu ini berhasil digolkan, yaitu Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah undang-undang pertama di Indonesia yang secara khusus mengatur tindak pidana cyber. Berdasarkan Surat Presiden RI.No.R./70/Pres/9/2005 tanggal 5 September 2005,naskah UU ITE secara resmi  disampaikan kepada DPR RI.Pada tanggal 21 April 2008,Undang-undang ini di sahkan.

·         Pasal 27 ayat 1 UU ITE :
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”
·         Pasal 27 ayat 2 UU ITE :
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian”
·         Pasal 27 ayat 3 UU ITE :
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”
·         Pasal 27 ayat 4 UU ITE :
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan pemerasaan dan/atau pengancaman”
·         Pasal 28 ayat 1 berbunyi :
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik”
·         Pasal 28 ayat 2 yaitu :
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku,agama,ras,dan antar golongan (SARA).”

b.      Tujuan Cyberlaw

Cyberlaw sangat dibutuhkan, kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana, ataupun penanganan tindak pidana. Cyberlaw akan menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana elektronik dan komputer, termasuk kejahatan pencurian uang dan kejahatan terorisme.

2.3  TINJAUAN HUKUM

Undang Undang Yang Berlaku Atas Kejahatan
Atas kasus tersebut  Yogi Samtani dijerat UU ITE sebagai berikut:

1.      Pasal 35 Nomor 11 tahun 2008 UU ITE
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi penciptaan,perubahan,penghilangan,pengrusakan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik tersebut diangap seolah-olah data yang otentik”
2.      Pasal 51 ayat (1)
“Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dala pasal 35 dipidana dengan penjara paling lama 12 tahun dan atau denda paling banyak Rp 12 miliar”
Hukuman yang Diberikan Setelah di periksa, ternyata Yogi Semtani hanya dikenakan wajib lapor dengan 5 bulan masa percobaan. Apabila selama 5 bulan tersebut dia  dia terkena kasus maka dia akan langsung di jebloskan ke dalam penjara.


BAB III
PEMBAHASAN

3.1 TINJAUAN UMUM MENGENAI PEMBAJAKAN CD/VCD DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA.
Di jaman serba moderen ini, industri musik dalam bentuk digital sudah bukan barang yang langka lagi. Dengan fasilitas internet beberapa lagu bisa diakses, ada yang secara komersil maupun non komersil alias bajakan. Pemerintah apabila melihat aspek hukumnya, lagu merupakan suatu hasil cipta seseorang, tentunya kita tidak terlepasi hak kekayaan intelektual. Di Indonesia sudah ada perangkat hukum yang mengatur mengenai Hak Kekayaan Intelektual (HKI), diantaranya Undang-Undang Merek, Undang-Undang Paten, Undang-Undang Hak Cipta, Undang-Undang Rahasia Hak Dagang, Undang-Undang Desain Industri, Undang-Undang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Undang-Undang Perlindungan Varietas Tanaman. Membicarakan mengenai aspek musik digital, maka secara spesifik akan terkait dengan hak cipta. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (UUHC), Hak Cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan ijin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. menurut UUHC, ciptaan yang dilindungi ialah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Dalam bidang seni, salah satunya adalah lagu.
Dalam industri musik di era digital ini seringkali marak terjadi berbagai pembajakan, hal ini dikarenakan kecanggihan teknologi sekarang ini, sehhingga memungkinkan intuk menggandakan suatu karya cipta atau bahkan mendownloadnya secara bebas di dunia maya. Sehingga semua orang bias mengaksesnya tanpa perlu mengeluarkan biaya sepeserpun untuk membayar royalty kepada penciptanya, tenttunya hal ini merugikan pencipta dari segi ekonomi. Industri musik Indonesia saat ini betul-betul dalam keadaan gawat darurat. Semakin tingginya angka pembajakan terhadap karya musisi Indonesia baik berupa kaset dan cd membuat royalty yang seharusnya diterima oleh para musisi (setelah dibagi oleh para label rekaman dan produser) harus dengan rela hati diberikan kepada para insan pembajak tersebut.
Pada teori hubungan antar grup (intergroup relations theory) menjelaskan bagaimana hubungan antara sebuah kelompok dengan kelompok lain dengan masing-masing anggotanya dan terdapat interaksi antara satu orang atau kolektif satu kelomp[ok dengankelompok lainnya. Demikian dengan kronik pembajakan dindustri musik ini. Kelomp[ok dibagi menjadi tiga, yaitu industri musik, pemerintah, konsumen dan pembajak itu sendiri. Ketiga kelompok tersebut memainkan peran yang sangat signifikanh dan saling mempengaruhi satu sama lainnya.
a.       Pihak Industri Musik Indonesia
Industri musik dibagi menjadi 2, yaitu pihak label rekaman dan musisi (artis). saat ini dua pihak tersebut (musisi dan pihak label rekaman) dilanda kebingungan. Setiap artis berkuras otak untuk menghasilkan karya musiknya. Hampir seluruh musisi tersebut menghasilkan album rekaman satu kali dalam setahun (itupun bagi musisi besar ataupun lumayan besar). Dalam satu tahun tersebut mereka betul-betul meriset bagaimana pola animo pasar agar hasil karya mereka diterima oleh pendengar. Tidak jarang pada saat selesainya karya mentah mereka, justru dimentalkan kembali oleh pikah label rekaman dan produser. Namun ketika karya mereka sudah selesai dan siap dilempar kepasaran, ketika itu pula karya harus siap-siap di bajak.
b.      Pihak Pembajak
Pembajak disini dibagi menjadi dua, yaitu pelaku pembajakan (yang memproduksi kaset,cd, ataupun cd mp3 dan mendistribusikannya kea gen). “ Hasil Karya” mereka untuk tahun lalu disbanding dengan produk legal adalah95,7% dan 4,3% (data ASIRI). Di Jakarta sendiri pusat penjualan barang bajakan adalah dikawasan glodok dengan tempat yang popular dengan nama penampungan. Disanalah para pengecer mendapatkan CD, CD MP3 maupun DVD. Tujuan pembeli tersebut termasuk untuk dijual kembali ataupun untuk dinikmati kembali di rumah.
c.       Pihak Pemerintah
Dalam hal ini dibagi menjadi beberapa icon, seperti pihak kepolisian sebagai aksekutor di lapangan, pihak pengadilan, ataupun pembuat undang-undang. Pada Undang-Undang N0 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta ternyata belum cukup untuk memberangus para pembajak tersebut. Michael Edwin selaku General Manager ASIRI juga menjelaskan bahwa pemerintah kita sudah punya political will sejak lama. Tetapi tidak untuk political action. Indikasinya adalah para penjual barang bajakan tadi. Bahkan, dia berasumsi bahwa hal ini jugalah yang mengakibatkan melambungnya produksi mereka.
d.      Pihak Konsumen Konsumen ini terbagi menjadi dua, komsumen yang membeli karya original dan konsumen yang membeli karya bajakan. Sebenarnya peran konsumen disini juga besar. Jika para konsumen itu sadar dengan apa yang dilakukannya itu telah merugikan banyak sekali musisi, para pemilik, staff dan pegawai label rekaman dengan tidak membeli karya bajakan tersebut, maka sudah dipastikan angka pembajakan tersebut tidak ada, paling tidak sangatlah kecil.
 Permasalahan yang terjadi di bidang perfilman yaitu pembajakan pada bidang perfilman sudah berjalan sejak tahun 80-an di mana pembajakan bisa dilakukan di rumah dengan melakukan penggandaan dari betamax ke betamax. Hal itu memang mudah sekali. Kemudian berkembanglah kepada laser disc sampai masalah VCD. Pembajakan VCD xxxix dilakukan dengan membajak dari film-film yang belum beredar dan belum ditayangkan di Indonesia kemudian pelakunya sudah mengedarkan diindonesia. Berkaitan dengan hal itu kini telah dimasukkan era DVD.
 Perlindungan hukum bagi pencipta sekarang ini tak lain hanya sebagai “ macan ompong” hanya ada undang-undangnya tapi tidak dapat terimplementasikan secara baik, padahal terdapat sangsi pidana dalam pasal 72 ayat (2) undang-undang hak cipta, yang menyatakan bahwa barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta pidana dengan pidana penjara paling lama 5(lima) tahun dan/atau denda paling banyak rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Menurut prof. satjipto raharjo, tidak secara otomatis munculnya suatu kepastian hukum saat lahirnya produk Undang-Undang. Ternyata peraturan bukan satu-satunya factor menyebabkan munculnya kepastian hukum, melainkan factor yang cukup adalah perilaku dari masyarakat itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri bahwa minimnya daya beli masyarakat terhadap bentuk asli memang merupakan permasalahan dalam memberantas berbagai pelanggaran HKI di Indonesia.Selain masalah tersebut, menurut Ansori Sinungan selaku Direktur Hak Cipta HKI dalam penegakan hukum HKI di Indonesia terdapat dilemma, yang dapat dilihat dari beberapa aspek. Pertama, aspek budaya dimana masyarakat cenderung belum merasa bersalah menggunakan barang bajakan. Kedua aspek social, dimana seharusnya penegak hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu. Dan ketiga, aspek hukum dimana masih terdapat perbedaan persepsi mengenai hukum HKI. Dan para penegak hukum dan masyarakat.

3.2 PENGERTIAN HAK CIPTA
Hak cipta merupakan hak kebendaan atau sub system dari hokum benda. Hak kebendaan ini menurut Sri Sudewi M. Sofwan dirumuskan bahwa hak mutlak atas suatu benda dimana hak itu memberikan kekuasaan langsung atas suatu bendadi mana hak itu memberikan kekuasaan langsung ats suatu benda dan dipertahankan terhadap siapapun.
Mariam Daus berpendapat bahwa hal kebendaan terbagi atas dua bagian yaitu : Hak kebendaanyang sempurna dan hak kebendaan yang terbatas. Hak kebendaan yang sempurna adalah hak kebendaan yang memberikan kenikmatan yang sempurna (penuh) bagi si pemilik. Selanjutnya untuk hak yang demikian disebut dengan hak kemilikan. Hak kebendaan terbatas adalah hak yang memberikan kenimatan yang tidak penuh atas suatu benda. Jika dibandingkan dengan hak milik artinya hak kebendaan terbatas itu tidak penuh.atau kurang sempurnajika dibandingkan dengan hak milik.
Dapat disimpulkan bahwa pandangan Marium dams Badrulzaman yang dimaksud dengan hak kebendaan dalam kategori hak kebendaan yang terbatas. Apabila dikaitkan pada hak cipta, maka dapat dikatakan bahwa hak cipta merupakan bagian dari benda. Rumusan tentang benda itu sendiri terdapat pada pasal 499 KUH Pdt, yang disebut benda adalah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasi oleh hal milik.
Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Hak cipta merupakan salah satu jenishak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaaninvensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya. Hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada penerbit untuk menjual karya cetak. Baru ketika peraturan hukum tentang copyright mulai diundangkan pada tahun 1710 dengan Statute of Anne di Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan penerbit. Peraturan tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang menjamin bahwa penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi pemegangcopyright, yaitu selama 28 tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik umum. Setiap negara menerapkan persyaratan yang berbeda untuk menentukan bagaimana dan bilamana suatu karya berhak mendapatkan hak cipta.
Hak cipta pertama kali mendapat perlindungan di tingkat Internasional pada tanggal 9 September 1886 melalui Berne Convention for The Protection of Literary and Artistic (("Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra" atau "Konvensi Bern") pada tahun 1886)Hak cipta terdiri dari hak ekonomi dan hak moral. Secara umum, hak ekonomi adalah hak eksklusif pencipta untuk memperoleh manfaat ekonomi dari karya ciptanya dan produk-produk terkait. Hak ekonomi meliputi hak untuk memperbanyak, mendistribusi, menterjemahkan, membuat adaptasi, membuat pertunjukan, dan memperagakan (display) suatu karya ciptaHak moral terdiri daripaternity right (hak untuk diidentifikasi sebagai pengarang atau direktur suatu karya),integrity right (hak untuk menolak perubahan atas suatu karya), dan privacy right (hak pemanfaatan foto dan film).
            Teknologi Informasi atau Information Technology (IT) adalah istilah umum yang menjelaskan teknologi apa pun yang membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan, mengomunikasikan dan/atau menyebarkan informasi. Dunia Teknologi Informasi (IT) khususnya komputer merupakan teknologi yang sudah tidak asing lagi oleh sebagian besar masyarakat dunia. Komputer seakan telah menjadi bagian hidup yang tak terpisahkan dalam aktivitas sehari-hari. Di perkantoran, sekolah, perguruan tinggi dan sebagainya, komputer menjadi salah satu bagian penting untuk mempermudah kelancaran pekerjaan, tugas, pelayanan dan penyediaan informasi, dan lainnya.


3.3 KASUS PELANGGARAN HAK CIPTA DI DUNIA IT
Pelanggaran hak cipta adalah adalah perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan, kode etik, kebijakan, penyalahgunaan wewenang yang merugikan kepentingan umum. Banyak cara yang dilakukan oleh si pelanggar untuk memperoleh keuntungannya sendiri. Apalagi sekarang ini di dukung oleh peralatan dan perangkat canggih, seperti komputer, internet, dan lain sebagainya. Banyak kasus pelanggaran hak cipta, mulai dari yang sederhana seperti pembajakan CD dan VCD yang mudah kita temui di mal-mal, bahkan ada di pasar tradisional. Sampai dengan kasus pelanggaran hak cipta yang berat, seperti meniru bentuk logo, gambar, lukisan, sampai software, gadget dan lain-lain. Maraknya Pembajakan di akibatkan minat masyarakat yang tinggi untuk membeli produk bajakan. Karena harganya yang murah, masyarakat cenderung untuk membeli CD dan VCD bajakan dari pada CD dan VCD asli yang lebih mahal. Oleh karena itu,  pembinaan moral masyarakat merupakan hal yang sangat vital dalam mencegah maraknya praktek pembajakan.
“Berdasarkan laporan para distributor kami diseluruh Indonesia, software Bamboomedia telah banyak dibajak. Jika produk asli dijual dengan harga Rp 45.000, maka produk bajakannya hanya dijual dipasaran Rp2.500,” katanya. – ant/ahi, dikutp dari http://republika.co.id/berita/36399/Indonesia_Peringkat_12_Pembajakan_Software.Direktur Bamboomedia Cipta Persada, sebuah produser softwer lokal, Putu Sidarta, mengatakan, maraknya pembajakan software telah menyebabkan rendahnya kreativitas di industri bidang software dengan demikian kita tau bahwa pembajakan telah merugikan banyak pihak, para developer software pun juga jadi males bikin software.
Dan seperti yang di beritakan oleh Republika dalam websitenya dihttp://www.republika.co.id/berita/trendtek/gadget/11/04/19/ljvye0-tuduh-menyontek-produk-apple-gugat-samsung, Apple Inc. menggugat Samsung Electronics Co. dengan tuduhan pelanggaran hak cipta. Apple mengklaim produk-produk Galaxy Samsung, baik ponsel maupun tablet mencontek produk iPhone dan iPad Aple. Mulai dari disain, kemasan, sampai interface pengguna. Inilah yang kemudian dianggap pelanggaran hak cipta, paten, dan trademark. Gugatan diajukan Apple ke Pengadilan Distrik Northern California. "Ketimbang berinovasi dan mengembang teknologi sendiri untuk produk-produknya, Samsung lebih memilih mengcopy (menyontek) teknologi Apple." Begitulah salah satu bagian dari tuntutan setebal 38 halaman itu, seperti dikutip Wall Street Journal.
Dikutip dari (Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), 2006) suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai pelanggaran hak cipta apabila perbuatan tersebut melanggar hak ekslusif dari pencipta atau pemegang hak cipta. Hak ekslusif yaitu hak yang hanya dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta untuk memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin kepada orang lain untuk menggunakan ciptaannya sedangkan menurut literatur dari wikipedia adalah “hak untuk menyalin suatu ciptaan”.

3.4 UNDANG – UNDANG HAK CIPTA
Sejak Indonesia menyataka berdaulat penuh pada 17 Agustus 1945 diikuti dengan dibuatnya UUD 45 tanggal 18 Agustus maka berdasarkan Pasal II aturan peralihan UUD 45 maka semua peraturan perundangan peninggalan jaman kolonial Belanda tetap langsung berlaku sepanjang belum dibuat yang baru dan tidak bertentangan dengan UUD 45. Berdasarkan ketentuan tersebut maka khusus yang berkaitan dengan pengaturan hak cipta diberlakukan Auteurswef 1912 peninggalan kolonial belanda. Tiga puluh tahun k emudian, tepatnya tahun 1982 baru Pemerintah RI dapat membuat UU hak cipta nasional yang dituangkan dalam UU NO.6 tahun 1982 tentang hak cipta ini banyak mengalami perubahan serta penambahan peraturan pelaksana, sbb.39
a.       UU NO.6 tahun 1982 tentang Hak Cipta:
b.      UU NO.7 tahun 1987 tentang Perubahan UU NO.6 tahun 1982 tentang Hak Cipta;
c.       UU NO.12 tahun 1997 tentang Prubahan UU NO.6 tahun 1982 sebagaimana diubah dengan UU NO.7 tahun 1987 tentang hak Cipta;
d.      UU NO.19 tahun 2002 tentang hak Cipta yang menyatakan mencabut UU lama tentang hak cipta;
e.       UU NO.4 tahun 1990 tentang Wajib Serah Simpan Karya Cetak dan Karya rekam.
Selain diatur dalam UU maka sebagai kelengkapan pengaturan hak cipta juga diatur dalam beberapa peraturan pelaksanaan, yaitu:
a.       PP NO.14 tahun 1986 Jo PP NO.7 tahun 1989 tentang Dewan hak Cipta;
b.      PP NO.1 tahun 1989 tentang penerjemahanhan dan perbanyakan ciptaan untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan.penelitian dan pengembangan".
c.       Keppres RI NO.18 tahun 199.7 tentang pengesahan Berne Convention for the Protection of Literaray and Artistic works.
d.      Keppres RI NO.17 tahun 1988 tentang Pengesahan persetujuan mengenai perlindungan Hukum secara timbal balik terhadap hak Cipta atas ya Rekaman Suara antara RI dengan Masyarakat Eropa:
e.       Keppres RI NO.25 tahun 1989 tentang Pengesahan Persetujuan mengenai Perlidungan Hukum secara timbal balik terhadap hak Cipta anatar RI dengan Amerika Serikat;
f.       Keppres RI NO.38 tahun 1993 tentang pengesahan persetujuan Perlindungan Hukum secara timbai balik terhadap hak cipta antara Rl dengan Australia:
g.      Keppres RI NO.56 tahun 1994 tentang pengesahan persetujuan mengenai perlindungan terhadap Hak Cipta antara RI dengan lnggris:
h.      Peraturtan menteri Kehakiman Rl NO.M.01-HC.03.01 tahun 1987 tentang pendaftaran Ciptaan:
i.        Keputusan menteri kehakiman Rl,NO.M.04.PW.07.03 tahun 1988 tentang Penyidikan hak cipta;
j.        Surat Edaran menteri kehakiman RI NO.M.01.PW 07.03 tahun 1990 tentang kewenangan menyidik Tindak Pidana Hak Cipta;
k.      Surat Edaran menteri kehakiman RI NO.M.02 .I :C.03.01 tahun 1991 tentang Kewajiban melampirkan NPWP dalam permohonan pendaftaran ciptaan dan pencatatan pemindahan hak cipta terdaftar.
Penegakan hukum atas hak cipta biasanya dilakukan oleh pemegang hak cipta dalam hukum perdata, namun ada pula sisi hukum pidana. Sanksi pidana secara umum dikenakan kepada aktivitas pemalsuan yang serius, namun kini semakin lazim pada perkara-perkara lain. Ketentuan pidana dalam Undang-undang no 19 Tahun 2002 barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau  pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Setiap negara menerapkan persyaratan yang berbeda untuk menentukan bagaimana dan bilamana suatu karya berhak mendapatkan hak cipta, misalnya, suatu ciptaan harus mengandung faktor "keahlian, keaslian, dan usaha. Pemegang hak cipta bisa jadi adalah orang yang memperkerjakan pencipta dan bukan pencipta itu sendiri bila ciptaan tersebut dibuat dalam kaitannya dengan hubungan dinas. Prinsip ini umum berlaku; misalnya dalam hukum Inggris (Copyright Designs and Patents Act 1988) dan Indonesia (UU 19/2002 pasal 8). Dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia, terdapat perbedaan penerapan prinsip tersebut antara lembaga pemerintah dan lembaga swasta.
Di Indonesia, jangka waktu perlindungan hak cipta secara umum adalahsepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun atau 50 tahun setelah pertama kali diumumkan atau dipublikasikan atau dibuat, kecuali 20 tahun setelah pertama kali disiarkan untuk karya siaran, atau tanpa batas waktu untuk hak moral pencantuman nama pencipta pada ciptaan dan untuk hak cipta yang dipegang oleh Negara atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama.
Asosiasi Hak Cipta di Indonesia antara lain:
1.         KCI : Karya Cipta Indonesia
2.                  ASIRI : Asosiasi Indrustri Rekaman Indonesia
3.                  ASPILUKI : Asosiasi Piranti Lunak Indonesia
4.                  APMINDO : Asosiasi Pengusaha Musik Indonesia
5.                  ASIREFI : Asosiasi Rekaman Film Indonesia
6.                  PAPPRI : Persatuan Artis Penata Musik Rekaman Indonesia
7.                  IKAPI : Ikatan Penerbit Indonesia
8.                  MPA : Motion Picture Assosiation
9.                  BSA : Bussiness Sofware Assosiation

3.5 PERLINDUNGAN HAK CIPTA
1. Jenis-jenis Ciptaan Yang Dilindungi
Menurut ketentuan Pasal 11 ayat UUHC, ciptaan yang dilindungi oleh UUHC adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang meliputi bebagai jenis karya berikut ini:
a.       Buku, program komputer, Famflet, susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;
b.      Ceramah, kuliah, pidato, clan eiptaan lainnya yang diwujudkan dengan cara diucapkan;
c.       Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d.      Ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, termasuk karawitan, dan rekaman suara;
e.       Drama, tari (koregrati), pewayangan, pantomin;
f.       Karya pertunjukan;
g.      Karya siaran;
h.      Seni rupa dalam bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrali. seni pabat, seni patung, kolase, seni terapan yang berupa seni kerajinan tangan;
i.        Arsitektur;
j.        Peta;
k.      Seni batik;
l.        Fotografi;
m.    Sinematografi;
n.      Terjemahan, tafsiran, saduran, bunga rampai dan karya lainnya dari hasil pengalihwujudan.
Berdasarkan ketentuan di atas menunjukan suatu konsep bahwa perwajahan karya tulis adalah karya cipta yang lazim dikenal dengan "typolographical arrangement", yaitu aspek seni pada susunan dan bentuk penulisan karya tulis. Hal ini mencangkup antara lain format, hiasan, warna dan susunan atau tata letak huruf indah yang secara keseluruhan menampilkan wujud yang khas. Alat peraga adalah ciptaan yang berbentuk dua ataupun tiga dimensi yang berkaitan dengan geografi, topografi, arsitektur biologi, atau ilmu pengetahuan lain. Sedangkan ciptaan lain yang sejenis adalah ciptaan-ciptaan seperti ceramah, kuliah dan pidato. UUHC menyebutkan lagu atau musik berarti sebagai karya yang bcrsifat utuh, sekalipun terdiri atas unsur lagu atau melodi, syair atau lirik dan aransemennya termasuk notasi yang dimaksud dengan utuh adalah bahwa lagu atau musik tersebut merupakan suatu kesatuan karya cipta. Gambar antara lain meliputi : motif, diagram, sketsa, logo, dan bentuk huruf indah, dan gambar tersebut dibuat bukan untuk tujuan desain industri. Pengertian kolase adalah komposisi artistik yang dibuat dari berbagai bahan (misalnya dari kain, kertas, kayu, dll) yang ditempel pada permukaan gambar. Seni terapan yang brupa kerajinan tangan sejauh tujuan pembuatannya bukan untuk produksi secara massal merupakan suatu ciptaan.
Arsitektur antara lain meliputi seni bangunan, seni gambar, seni gambar miniatur dan seni gambar market bangunan. Sedangkan peta adalah suatu gambar dari unsur-unsur alam dan/atau buatan manusia yang berada di atas ataupun bawah permukaan bumi yang digambarkan pada sualu bidang datar dengan skala tertentu. Batik yang dibuat secara konvensional sebagai bentuk ciptaan tersendiri karena mempunyai nilai seni, baik pada ciptaan motif atau gambar maupun komposisi warnanya. Disamakan dengan pengertian seni batik adalah karya tradisional lainnya yang merupakan kekayaan bangsa indonesia yang terdapat di berbagai daerah, seperti songket, ikat dan lain-lain yang dewasa ini dikembangkan.
Karya sinematografi adalah karya cipta yang merupakan media , komunikasi massa gambar gerak (moving image) antara lain meliputi : film dokumenter, film iklan, reportase atau film cerita yang dibuat dengan skenario dan film kartun. Karya sinematografi dapat dibuat dengan pita soluloid, pita video, piringan video, cakram optik dan/atau media lain yang memungkinkan untuk dipertunjukkan di bioskop, di layar lebar atau ditayangkan di televisi atau di media lainnya. Karya serupa itu dibuat oeh peusahaan pembuat film, stasiun televisi atau peroragan.
Bunga rampai adalah karya cipta meliputi : ciptaan dalam bentuk buku yang berisi kumpulan karya tulis pilihan yang direkam dalam satu kaset, cakram optik, atau media lain, serta komposisi berbagai karya tari pilihan.
Database adalah kompilasi data dalam bentuk apapun yang dapat dibaca olah mesin (komputer) atau dalam bentuk lain, yang karena alasan pemilihan atau pengaturan atas isi data itu merupakan kreasi intelektual.
Perlindungan terhadap database diberikan dengan mengurangi hak pencipta. lain yang ciptaannya dimasukkan dalam database tersebut, sedangkan pengalihwujudan adalah pengubah bentuk, misalnya dari bentuk patung menjadi lukisan, cerita roman menjadi drama, drama menjadi sandiwara radio, dan novel menjadi film. Ciptaan yang belum diumumkan sebagai contoh sketsa,manuskrip, cetak bim (blue print) dan yang sejenisnya dianggap ciptaan yang sudah merupakan suatu kesatuan yang lengkap.

Yang tidak mendapatkan perlindungan Hak Cipta terdapat pasal 3 UUHC yaitu:
Ø  Hasill rapat terbuka lembaga-lembaga negara
Ø  Peraturan perundang-undangan.
Ø  Pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah
Ø  Putusan pengadilan atau penetapan hakim, atau
Ø  Keputusan hadan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.

2.      Lamanya Perlidungan
Dasar Filosofi berlakunya hak cipta adalah sesuai dengan konsepsi hak milik yang bersifat immaterial yang merupakan hak kebendaan. Hak kebendaan yang mempunyai sifat droit de suit, senantiasa mengikuti dimana benda tersebut berada, sehingga pemilik boleh melakukan tindakan Hukum apa saja terhadap haknya. Adanya batasan waktu pemilikan hak cipta dalam jangka waktu selama hidup ditambah 50 tabun, diharapkan hak cipta tidak tertahan lama pada tangan seseorang pencipta sebagai pemiliknya. Sehingga setelah si pencipta meninggal dan ditambah dengan 50 tahun, selanjutnya haknya dapat dinikmati oleh masyarakat lusa secara bebas sebagai milik umum (Public domain), artinya masyarakat boleh mengumumkan atau mernperbanyak tanpa harus minta izin kepada si pencipta atau si pemengan hak dan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta.
Pembatasan jangka waktu hak cipta yang tercantum pada UUHC No. 19 tahun 2002, dikenal juga pada aturan Belanda yaitu Auterswet 1912. Ketentuan auterswet ini merupakan pengambilalihan dari ketentuan Internasional Konvensi Bern.
Pembatasan hak cipta mempunyai makna supaya hak pencipta sebagai pemilik suatu ciptaan senantiasa benar-benar dihormati sebagai hak individu, dengan jangka waktu yang relative panjang akan tercipta keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat yang dikenal dengan konsepsi hak milik yang berfungsi sosial. Walaupun demikian dalam praktek ternyata batasan kepemilikan hak cipta ini justru sering menguntungkan pihak lain yaitu pihak prosedur dalam hal karya lagu serta karya seni lainnya dan pada pihak penerbit dalam hal karya cipta berupa buku. Hal ini tidak terlepas dari hak cipta yang mengandung sifat komersial, yaitu ada unsur ekonomis dalam rangka mencari keuntungan.
Ciptaan buku, ceramah, alat peraga, lagu, drama, tari, seni rupa, arsitektur, peta, seni batik, terjemahan, tafsir, saduran, berlaku selama hidup pencipta ditambah 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Ciptaan program komputer, sinematografi, rekaman suara, karya pertunjukan, karya siaran berlaku selama 50 tabun sejak pertama kali diumumkan. Ciptaan atas fotografi, berlaku selama 25 tahun sejak pertama kali diumumkan dan ciptaan atas karya susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan, berlaku selama 25 tahun sejak pertama kali diterbitkan. Ciptaan yang dimilki atau dipegang oleh badan hukum, berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan.

3.6 STRATEGI PENANGGULANGAN CYBER CRIME
1.      Strategi Jangka Pendek
a.       Penegakan hukum pidana: salah satu manivestasi untuk mebuat hukum tidak hanya sebagai barang hukum tidak hanya senagai barang rongsokan yang tidak berguna.
b.      Mengoptimalkan UU khusus lainnya. Sector cyber space banyak bersentuhan dengan sektor-sektor laun yang telah memiliki aturan khusus dalam pelaksanaannya. Ada beberapa aturan yang bersentuhan dengan dunia cyber yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku cybercrime, sehingga sepak terjangnya semakin sempit.
c.       Rekruitment aparat penegak hukum. DIutamakan dari masyarakat yang menguasai dunia komputer dan internet di samping kemampuan lain yang dipersyaratkan.
2        Strategi Jangka Menengah
a.       Cyber police : orang-orang khusus yang dilatih dan dididik untuk melakukan penyidikan cybercrime. Pola pembentukannya merupakan bagian dari upaya reformasi kepolisian.
b.      Kerjasama internasional. Hal ini dikarenakan kejahatan modern sudah melintasi batas-batas nnegara yang dilakukan berkat dukungan teknologi, sistgem komunikasi, dan trasnportasi. Hal ini dapat menunjukkan adanya sistem kepolisian yang terbuka, dan mendapatkan keuntungan dalam kerjasama mengatasi penjahat-penjahat internasional yang masuk melintasi wilayah hukum Indonesia.
3        Strategi Jangka Panjang
a.       Membuat UU cybercrime. Tujuannya adalah untuk pemberatan atas tindakan pelaku agar dapat menimbulkan efek jera dan mengatur sifat khusus dari sistem pembuktian.
b.      Membuat perjanjian bilateral. Media internet adalah media global, yang tidak memiliki batasan waktu dan tempat. Cybercrime dapat melibatkan beberapa negara, sehingga perlu hubungan di jalur bilateral untuk menaggulanginya.


BAB IV
PENUTUP

4.1  KESIMPULAN
Kejahatan dalam bidang teknologi informasi dengan melakukan serangan elektronik berpotensi menimbulkan kerugian pada bidang politik, ekonomi, social budaya, yang lebih besar dampaknya dibandingkan dengan kejahatan yang berintensitas tinggi lainnya. Di
masa datang, serangan elektronik dapat mengganggu perekonomian nasional melalui jaringan yang berbasis teknologi informasi. Hal ini dipicu oleh beberapa permasalahan yang ada dalam konvergensi teknologi, misalnya internet membawa dampak negative dalam bentuk munculnya jenis kejahatan baru. Perkembangan TI di era globalisasi akan diwarnai oleh manfaat dari adanya e-commerce, e-government, foreign direct investment, industry penyedia informasi dan pengembangan UKM. T
indak kejahatan (Crime), tidak terlepas dari lima faktor yang terkait, antara lain karena adanya pelaku kejahatan, modus kejahatan, korban kejahatan, reaksi sosial atas kejahatan, dan hukum.
Hak untuk mengontrol akses bagi hasil karya seseorang sebelum dipublikasikan tidak akan menimbulkan permasalahan dalam kebebasan berbicara, akan tetapi penerbit dapat mengontrol akses tersebut setelah terjadinya publikasi. Hal ini menjelaskan bahwa secara historis hak cipta dianggap sebagai suatu bentuk monopoli yang seharusnya secara tegas ditafsirkan untuk melayani kepentingan publik di atas pemegang hak cipta.

4.2 SARAN
            Diperlukan regulasi (kebijakan serta peraturan yg berkaitan dengan peraturan perundangan) untuk melengkapi Undang-undang Hak Cipta yang belum mengantisipasi perkembangan teknologi informasi. Sebab selain hak cipta intelektual, seluruh karya cipta perlu mendapat perlindungan hukum. Misalnya ketika mendengarkan musik, menonton video atau film di televisi kabel yang disediakan sebuah hotel, segala pajak dan royalti dibayar hotel bersangkutan. Namun jika hal yang sama dinikmati melalui internet seperti buku-buku best seller yang seringkali mahal harganya, karya-karya cipta prestisius lain yang dihasilkan para pencipta, dengan mudah dapat diakses (ditransfer file melalui FTP, file transfer protocol) melalui internet tanpa harus dibeli. Apakah provider (penyedia jasa koneksi internet) telah membayar royalti atau membeli hak cipta (siar) atas karya-karya tersebut bagi pelanggannya. Hal itu menjadi masalah pelik jika tidak terlindungi secara hukum. Sebab selain merugikan hak-hak penulisnya, juga sangat merugikan produsen karya bersangkutan yang telah memegang hak ekonomi atas karya-karya tersebut.
Adanya pembinaan moral masyarakat merupakan hal yang sangat vital dalam mencegah maraknya praktek pembajakan. Untuk memberantas para pembajak, polisi atau penegak hukum harus mampu menguasai iptek. Karena natinya, pasti ada modus baru yang lebih canggih yang digunakan oleh para pembajak. Dan juga memberi jaminan jika pihak kepolisian tidak akan melindungi aktivitas dari para pembajak. Negara ini kan terbiasa perang seperti perang melawan kemiskinan, perang melawan korupsi, dan perang melawan kelaparan. Kini saatnya masyarakat memerangi praktek pembajakan. Mulai dari diri sendiri dan mulai saat ini.


DAFTAR PUSTAKA


http : // www. sains. Org.
Prosiding. Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah-Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya, Jakarta 10-11 Februari
Satjipto Raharjo, Biarkan Hukum Mengalir (Penerbit Buku. Kompas, 2007)
Etty Susilowati, Bunga Rampai Hak Kekayaan Intelektual. Semarang : 2007. Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro.
Prosiding Simposium Nasional Haki, 18 Desember 2003. hal 15.
Edy Damian. Op. cit hal 60 39 Budi santoso, Materi Hak Cipta, Opcit hal 41
Rachmadi Usman : Hukum Hal Atas Kekayaan Intelektual (Perlindungan dan Dimensi hukumnya di Indonesia). Bandung PT: Alumni 2003
Sri Soedewi Masjshoen Sofyan. Hukum Perdata. Hukum Benda. Liberty. Yogyakarta. 1981



Komentar

Posting Komentar