Makalah EPTIK Cyber Crime Pembajakan CD/DVD
PELANGGARAN
HAK CIPTA
TERHADAP PEMBAJAKAN CD/VCD
DISUSUN OLEH :
1. Betri Agusnurdinah 12147727
2. Pertonela Pelda 12144518
3. Rizca Sapta Dini 12145578
4. Yuliana 12144500
Kelas : 12.6B.31
1. Betri Agusnurdinah 12147727
2. Pertonela Pelda 12144518
3. Rizca Sapta Dini 12145578
4. Yuliana 12144500
Kelas : 12.6B.31
Dosen :
Ibu Adika
May Sari
Jurusan
Manajemen Informatika
Akademi Manajemen Informatika
dan Komputer
Bina Sarana Informatika
Jakarta
2016
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga tugas makalah ini dapat terselesaikan dengan
baik yang berjudul : “PELANGGARAN HAK CIPTA TERHADAP PEMBAJAKAN
CD/VCD”
Tugas
makalah ini dibuat untuk memenuhi syarat Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah
Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi (EPTIK), walaupun makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, namun diharapkan dapat menambah pengetahuan kita
tentang pelanggaran hak cipta yang
terjadi di Indonesia.
Kami menyadari
bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya, untuk itu kami meminta maaf yang
sebesar-besarnya jika terdapat kata-kata yang salah di dalam penulisan tugas
makalah ini. Dan kami juga mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar
kami dapat menyempurnakan tugas makalah yang telah kami buat ini.
Makalah ini dapat diselesaikan dari
bantuan beberapa pihak, dalam kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Ibu
Adika May Sari selaku dosen mata kuliah
kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi (EPTIK) yang telah
memberikan banyak pengetahuan mengenai mata kuliah EPTIK dan tentang penyusunan
makalah ini.
2.
Orang
tua dan keluarga kami yang selalu mendukung dan mendoakan kami, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan baik.
3.
Teman-teman
yang telah memberikan saran-saran kepada penulis selama pembuatan makalah ini.
Penulis sangat berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Jakarta,
25 April 2017
Kelompok 4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................i
DAFTAR
ISI...............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang.........................................................................................................1
1.2
Perumusan Masalah.................................................................................................2
1.3 Tujuan
Penelitian.....................................................................................................3
1.4 Manfaat
Penelitian...................................................................................................3
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Cyber Crime.............................................................................................................4
2.1.1 Jenis Cyber Crime.....................................................................................5
2.2 Pelanggaran Hukum Di Dunia
Maya (Cyber Crime)………...............................................6
2.3 Tinjauan Hukum……………………………..........................................................8
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Tinjauan
Umum.....................................................................................................10
3.2 Pengertian
Hak Cipta….........................................................................................13
3.3 Kasus
Pelanggaran Hak Cipta Di Dunia IT ..........................................................15
3.4
Undang-Undang Hak Cipta...................................................................................17
3.5
Perlindungan Hak Cipta.........................................................................................20
3.6
Strategi Penanggulangan Cyber Crime..................................................................24
BAB IV PENUTUP
4.1
Kesimpulan............................................................................................................26
4.2
Saran......................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................28
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Banyaknya
pembajakan di bidang Hak Cipta lainnya menjadikan Indonesia sebagai surga bagi
para pembajak sehingga pemegang Hak Kekayaan Intelektual banyak yang di
rugikan. Hal tersebut di ungkapkan oleh Direktorat Jendral Hak Kekayaan
Intelektual Departemen Kehakiman dan HAM Abdul Bari Azed. Keberadaan Hak
Kekayaan Intelektual (HKI) dalam hubungan antar manusia dan antar Negara
merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. HKI juga merupakan sesuatu yang
Given dan Inheren dalam sebuah masyarakat industri atau yang sedang mengarah
kesana. Keberadaannya senantiasa mengikuti dinamika perkembangan itu sendiri,
begitu pula halnya dengan masyarakat dan bangsa Indonesia yang mau tidak mau
bersinggungan dan terlibat langsung.
Indonesia
sebagai Negara kepulauan memiliki keanekaragaman seni budanya yang sangat kaya.
Hal ini sejalan keanekaragaman etnik, suku bangsa Kekanyaan seni dan budanya
itu merupakan salah satu sumber dari karya intelektual yang dapat dan perlu
dilindunggi. Kekayaan seni dan budanya itu merupakan salah satu sumber dari
karya intelektual yang dapat dan perlu dilindunggi oleh undang- undang.
Salah
satu perkembangan yang menonjol dan memperoleh perhatian seksama dalam masa
sepuluh tahun terakhir dan kecenderungan yang masih berlangsung di masa yang
akan datang adalah meluasnya globalisasi baik di bidang sosial, ekonomi,
budanya maupun bidang- bidang kehidupan lainnya. Dibidang perdagangan, terutama
karena perkembangan teknologi informasi dan transportasi telah menjadikan
kegiatan di sektor ini meningkat secara pesat dan bahkan telah menempatkan
dunia sebagai pasar tunggal bersama. Dengan memperhatikan kenyataan dan
kecenderunggan seperti itu maka menjadi hal yang dapat dipahami adanya tuntutan
kebutuhan bagi pengaturan dalam rangka perlingungan hukum yang memadai, apalagi
beberapa Negara semakin mengandalkan kegiatan ekonomi dan perdagangannya pada
produkproduk yang hasilnya atas dasar kemampuan intelektualitas manusia seperti
karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
Pembajakan
pada bidang perfilman sudah berjalan sejak tahun 80-an dimana pembajakan bisa
dilakukan di rumah dengan melakukan penggandaan dari betamax ke betamax. Hal
itu memang mudah sekali. Kemudian berkembang kepada laser disk sampai VCD pada
laser Disk yang terjadi bukanlah pelanggaran hak cipta, tetapi yang terjadi
adalah pararel import : khusus masalah pararel import, telah diatur suatu
undang-undang dibidang perfilman yaitu undang-undang No. 8 tahun 1982 yang
mengatur tata cara usaha perfilman dan tata cara suatu film dapat masuk
Indonesia Pembajakan CD/VCD dilakukan dengan membajak dari film-film yang belum
beredar dan belum ditayangkan di Indonesia kemudian pelakuknya sudah
mengedarkan di Indonesia. Kalau dilihat dan diamati dari tahun 80-an sampai
sekarang bisa ditarik suatu garis besarnya pertama adalah masalah law
enforcement. Penegakan dan Penanganan Hak Cipta tidak pernah serius dan tuntas.
UU No 19 tahun 2002 yang pidananya lebih tinggi tersebut ternyata malahan
menurunkan harga VCD bajakan, jadi UU tersebut justru menurunkan harga VCD
bajakan, bukan VCD originalnya. Sebelum UU tersebut di undang kan harga VCD
bajakan sekitar 20-25 ribu rupiah, tetapi begitu diundangkan VCD malahan lebih
murah, sehingga pedagang bisa lebih untung.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
pada uraian dan latar belakang diatas maka ruang lingkup masalah pokok dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.
Bagaimana Fenomena pelanggaran Hak Cipta Pembajakan CD/VCD.
2.
Bagaimana upaya penanggulangan pelanggaran Hak Cipta pada pembajakan CD / VCD.
1.3. TUJUAN
PENELITIAN
Berdasarkan
uraian latar belakang dan pokok permasalahan sebagaimana telah dikemukakan di
atas maka penelitian ini bertujuan untuk:
1.
Mengetahui fenomena pelanggaran Hak Cipta pembajakan CD / VCD.
2.
Mengetahui penanggulangan pelanggaran Hak Cipta pembajakan CD/VCD.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Hasil
dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis
maupun sacara praktis, yaitu:
1.
Dari segi teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
pengambangan hak kekayaan intelektual
khususnya mengenai masalah pelanggaran hak cipta.
2.
Dari segi praktis penilitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
pemerintah dalam upaya menanggulangi pelanggaran hak cipta.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.
CYBER CRIME
Cybercrime
adalah tindakan kriminal yang dilakukan dengan menggunakan teknologi computer
sebagai alat kejahatan utama. Cybercrime merupakan kejahatan yang memanfaatkan
perkembangan teknologi komputer khususnya internet. Cybercrime atau kejahatan
dunia maya dapat didefenisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan
dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer
dan komunikasi.
Andi
Hamzah dalam bukunya “Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer” (1989) mengartikan
cybercrime sebagai kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan
sebagai penggunaan komputer secara illegal.
Cybercrime, terjadi pertama kali di
Amerika Serikat pada tahun 1960-an. Pada tahun 1970 di Amerika Serikat terjadi
kasus manipulasi data nilai akademik mahasiswa di Brooklyn College New York,
kasus penyalahgunaan komputer perusahaan untuk kepentingan karyawan, kasus
pengkopian data untuk sarana kejahatan penyelundupan narkotika, kasus penipuan
melalui kartu kredit. Selain itu, terjadi pula kasus akses tidak sah terhadap
Database Security Pacific National Bank yang mengakibatkan kerugian sebesar
$10.2 juta US pada tahun 1978. Selanjutnya kejahatan serupa terjadi pula
disejumlah negara antara lain Jerman, Australia, Inggris, Finlandia, Swedia,
Austria, Jepang, Swiss, Kanada, Belanda dan Indonesia. Kejahatan tersebut
menyerang terhadap harta kekayaan, kehormatan, sistem dan jaringan komputer.
Cybercrime
terjadi di Indonesia sejak tahun 1983, terutama di bidang perbankan. Dalam
tahun – tahun berikutnya sampai saat ini, di Indonesia banyak terjadi
cybercrime, misalna pembajakan program komputer, cracking, penggunaan kartu
kredit pihak lain, ponografi, termasuk kejahatan terhadap nama domain. Selain
itu, kasus kejahatan lain yang menggunakan komputer di Indonesia antara lain
penyelundupan gambar – gambar porno melalui internet (cyber smuggling),
pagejacking (moustrapping), spam (junk mail), intercepting, cybersquatting,
typosquatting. Sedangkan kasus kejahatan terhadap sistem atau jaringan komputer
anatara lain cracking, defacing, Denial of Service Attack (DoS), Distributed
Denial of Service Attack (DdoS), penyebaran virus (worm), dan pemasangan logic
bomb.
2.1.1.
JENIS CYBER CRIME
Berdasarkan
jenis aktifitas yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi
beberapa jenis sebagai berikut:
1. Cybercrime sebagai tindakan
kejahatan murni
Dimana orang yang melakukan kejahatan yang dilakukan secara
di sengaja, dimana orang tersebut secara sengaja dan terencana untuk
melakukan pengrusakkan, pencurian, tindakan anarkis, terhadap suatu system
informasi atau system computer.
2. Cybercrime sebagai tindakan
kejahatan abu-abu
Dimana kejahatan ini tidak jelas antara kejahatan
criminal atau bukan karena dia melakukan pembobolan tetapi tidak merusak,
mencuri atau melakukan perbuatan anarkis terhadap system informasi
atau system computer tersebut.
3. Cybercrime yang menyerang individu
Kejahatan yang dilakukan terhadap orang lain dengan motif
dendam atau iseng yang bertujuan untuk merusak nama baik, mencoba ataupun
mempermaikan seseorang untuk mendapatkan kepuasan pribadi. Contoh : Pornografi,
cyberstalking, dll
4. Cybercrime yang menyerang hak cipta
(Hak milik) :
Kejahatan yang dilakukan terhadap hasil karya seseorang
dengan motif menggandakan, memasarkan, mengubah yang bertujuan untuk
kepentingan pribadi/umum ataupun demi materi/nonmateri.
5. Cybercrime yang menyerang pemerintah
:
Kejahatan yang dilakukan dengan pemerintah sebagai objek
dengan motif melakukan terror, membajak ataupun merusak keamanan suatu
pemerintahan yang bertujuan untuk mengacaukan system pemerintahan, atau
menghancurkan suatu Negara.
2.2
PELANGGARAN HUKUM DI DUNIA MAYA (CYBER CRIME)
Munculnya revolusi teknologi informasi dewasa
ini dan masa depan tidak hanya membawa dampak pada perkembangan teknologi itu
sendiri, akan tetapi juga akan mempengaruhi aspek kehidupan lain seperti agama,
kebudayaan, sosial, politik, kehidupan pribadi, masyarakat bahkan bangsa dan
negara. Jaringan informasi global atau internet saat ini telah menjadi salah
satu sarana untuk melakukan kejahatan baik domestik maupun internasional.
Internet menjadi medium bagi pelaku kejahatan untuk melakukan kejahatan dengan
sifatnya yang mondial, internasional dan melampaui batas ataupun kedaulatan
suatu negara. Semua ini menjadi motif dan modus operasi yang amat menarik bagi
para penjahat digital.
a. Latar
Belakang Undang-Undang ITE (Informasi Transaksi Elektronik)
Harus diakui bahwa Indonesia belum mengadakan
langkah-langkah yang cukup signifikan di bidang penegakan hukum (law
enforcement) dalam upaya mengantisipasi kejahatan dunia maya seperti dilakukan
oleh negara-negara maju di Eropa dan Amerika Serikat. Kesulitan yang dialami
adalah pada perangkat hukum atau undang-undang teknologi informasi dan
telematika yang belum ada sehingga pihak kepolisian Indonesia masih ragu-ragu
dalam bertindak untuk menangkap para pelakunya, kecuali kejahatan dunia maya
yang bermotif pada kejahatan ekonomi/perbankan.
Untuk itu diperlukan suatu perangkat UU yang dapat mengatasi
masalah ini seperti yang sekarang telah adanya perangkat hukum yang satu ini
berhasil digolkan, yaitu Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah undang-undang pertama di Indonesia
yang secara khusus mengatur tindak pidana cyber. Berdasarkan Surat Presiden
RI.No.R./70/Pres/9/2005 tanggal 5 September 2005,naskah UU ITE secara
resmi disampaikan kepada DPR RI.Pada tanggal 21 April 2008,Undang-undang
ini di sahkan.
·
Pasal
27 ayat 1 UU ITE :
“Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”
·
Pasal
27 ayat 2 UU ITE :
“Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat
dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki
muatan perjudian”
·
Pasal
27 ayat 3 UU ITE :
“Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat
dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki
muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”
·
Pasal
27 ayat 4 UU ITE :
“Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat
dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki
muatan pemerasaan dan/atau pengancaman”
·
Pasal
28 ayat 1 berbunyi :
“Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan
yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik”
·
Pasal
28 ayat 2 yaitu :
“Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku,agama,ras,dan antar golongan (SARA).”
b. Tujuan
Cyberlaw
Cyberlaw sangat dibutuhkan, kaitannya dengan upaya
pencegahan tindak pidana, ataupun penanganan tindak pidana. Cyberlaw akan
menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan
dengan sarana elektronik dan komputer, termasuk kejahatan pencurian uang dan
kejahatan terorisme.
2.3
TINJAUAN HUKUM
Undang Undang Yang Berlaku Atas
Kejahatan
Atas kasus tersebut Yogi
Samtani dijerat UU ITE sebagai berikut:
1. Pasal 35 Nomor 11 tahun 2008 UU ITE
“Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi
penciptaan,perubahan,penghilangan,pengrusakan informasi elektronik dan atau
dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik tersebut diangap
seolah-olah data yang otentik”
2. Pasal 51 ayat (1)
“Setiap
orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dala pasal 35 dipidana dengan
penjara paling lama 12 tahun dan atau denda paling banyak Rp 12 miliar”
Hukuman
yang Diberikan Setelah di periksa, ternyata Yogi Semtani hanya dikenakan wajib
lapor dengan 5 bulan masa percobaan. Apabila selama 5 bulan tersebut dia
dia terkena kasus maka dia akan langsung di jebloskan ke dalam penjara.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
TINJAUAN UMUM MENGENAI PEMBAJAKAN CD/VCD DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA.
Di
jaman serba moderen ini, industri musik dalam bentuk digital sudah bukan barang
yang langka lagi. Dengan fasilitas internet beberapa lagu bisa diakses, ada
yang secara komersil maupun non komersil alias bajakan. Pemerintah apabila
melihat aspek hukumnya, lagu merupakan suatu hasil cipta seseorang, tentunya
kita tidak terlepasi hak kekayaan intelektual. Di Indonesia sudah ada perangkat
hukum yang mengatur mengenai Hak Kekayaan Intelektual (HKI), diantaranya
Undang-Undang Merek, Undang-Undang Paten, Undang-Undang Hak Cipta,
Undang-Undang Rahasia Hak Dagang, Undang-Undang Desain Industri, Undang-Undang
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Undang-Undang Perlindungan Varietas
Tanaman. Membicarakan mengenai aspek musik digital, maka secara spesifik akan
terkait dengan hak cipta. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta (UUHC), Hak Cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan ijin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku. menurut UUHC, ciptaan yang dilindungi ialah ciptaan dalam bidang
ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Dalam bidang seni, salah satunya adalah
lagu.
Dalam
industri musik di era digital ini seringkali marak terjadi berbagai pembajakan,
hal ini dikarenakan kecanggihan teknologi sekarang ini, sehhingga memungkinkan
intuk menggandakan suatu karya cipta atau bahkan mendownloadnya secara bebas di
dunia maya. Sehingga semua orang bias mengaksesnya tanpa perlu mengeluarkan
biaya sepeserpun untuk membayar royalty kepada penciptanya, tenttunya hal ini
merugikan pencipta dari segi ekonomi. Industri musik Indonesia saat ini
betul-betul dalam keadaan gawat darurat. Semakin tingginya angka pembajakan
terhadap karya musisi Indonesia baik berupa kaset dan cd membuat royalty yang
seharusnya diterima oleh para musisi (setelah dibagi oleh para label rekaman
dan produser) harus dengan rela hati diberikan kepada para insan pembajak
tersebut.
Pada
teori hubungan antar grup (intergroup relations theory) menjelaskan bagaimana
hubungan antara sebuah kelompok dengan kelompok lain dengan masing-masing
anggotanya dan terdapat interaksi antara satu orang atau kolektif satu
kelomp[ok dengankelompok lainnya. Demikian dengan kronik pembajakan dindustri
musik ini. Kelomp[ok dibagi menjadi tiga, yaitu industri musik, pemerintah,
konsumen dan pembajak itu sendiri. Ketiga kelompok tersebut memainkan peran
yang sangat signifikanh dan saling mempengaruhi satu sama lainnya.
a.
Pihak Industri Musik Indonesia
Industri
musik dibagi menjadi 2, yaitu pihak label rekaman dan musisi (artis). saat ini
dua pihak tersebut (musisi dan pihak label rekaman) dilanda kebingungan. Setiap
artis berkuras otak untuk menghasilkan karya musiknya. Hampir seluruh musisi
tersebut menghasilkan album rekaman satu kali dalam setahun (itupun bagi musisi
besar ataupun lumayan besar). Dalam satu tahun tersebut mereka betul-betul
meriset bagaimana pola animo pasar agar hasil karya mereka diterima oleh
pendengar. Tidak jarang pada saat selesainya karya mentah mereka, justru
dimentalkan kembali oleh pikah label rekaman dan produser. Namun ketika karya
mereka sudah selesai dan siap dilempar kepasaran, ketika itu pula karya harus
siap-siap di bajak.
b.
Pihak Pembajak
Pembajak
disini dibagi menjadi dua, yaitu pelaku pembajakan (yang memproduksi kaset,cd,
ataupun cd mp3 dan mendistribusikannya kea gen). “ Hasil Karya” mereka untuk
tahun lalu disbanding dengan produk legal adalah95,7% dan 4,3% (data ASIRI). Di
Jakarta sendiri pusat penjualan barang bajakan adalah dikawasan glodok dengan
tempat yang popular dengan nama penampungan. Disanalah para pengecer
mendapatkan CD, CD MP3 maupun DVD. Tujuan pembeli tersebut termasuk untuk
dijual kembali ataupun untuk dinikmati kembali di rumah.
c.
Pihak Pemerintah
Dalam
hal ini dibagi menjadi beberapa icon, seperti pihak kepolisian sebagai
aksekutor di lapangan, pihak pengadilan, ataupun pembuat undang-undang. Pada
Undang-Undang N0 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta ternyata belum cukup untuk
memberangus para pembajak tersebut. Michael Edwin selaku General Manager ASIRI
juga menjelaskan bahwa pemerintah kita sudah punya political will sejak lama.
Tetapi tidak untuk political action. Indikasinya adalah para penjual barang
bajakan tadi. Bahkan, dia berasumsi bahwa hal ini jugalah yang mengakibatkan
melambungnya produksi mereka.
d. Pihak
Konsumen Konsumen ini terbagi menjadi dua, komsumen yang membeli karya original
dan konsumen yang membeli karya bajakan. Sebenarnya peran konsumen disini juga
besar. Jika para konsumen itu sadar dengan apa yang dilakukannya itu telah
merugikan banyak sekali musisi, para pemilik, staff dan pegawai label rekaman
dengan tidak membeli karya bajakan tersebut, maka sudah dipastikan angka
pembajakan tersebut tidak ada, paling tidak sangatlah kecil.
Permasalahan yang terjadi di bidang perfilman
yaitu pembajakan pada bidang perfilman sudah berjalan sejak tahun 80-an di mana
pembajakan bisa dilakukan di rumah dengan melakukan penggandaan dari betamax ke
betamax. Hal itu memang mudah sekali. Kemudian berkembanglah kepada laser disc
sampai masalah VCD. Pembajakan VCD xxxix dilakukan dengan membajak dari
film-film yang belum beredar dan belum ditayangkan di Indonesia kemudian
pelakunya sudah mengedarkan diindonesia. Berkaitan dengan hal itu kini telah
dimasukkan era DVD.
Perlindungan hukum bagi pencipta sekarang ini
tak lain hanya sebagai “ macan ompong” hanya ada undang-undangnya tapi tidak
dapat terimplementasikan secara baik, padahal terdapat sangsi pidana dalam
pasal 72 ayat (2) undang-undang hak cipta, yang menyatakan bahwa barang siapa
dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum
suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta pidana dengan pidana
penjara paling lama 5(lima) tahun dan/atau denda paling banyak rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Menurut prof. satjipto raharjo, tidak
secara otomatis munculnya suatu kepastian hukum saat lahirnya produk
Undang-Undang. Ternyata peraturan bukan satu-satunya factor menyebabkan
munculnya kepastian hukum, melainkan factor yang cukup adalah perilaku dari
masyarakat itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri bahwa minimnya daya beli
masyarakat terhadap bentuk asli memang merupakan permasalahan dalam memberantas
berbagai pelanggaran HKI di Indonesia.Selain masalah tersebut, menurut Ansori
Sinungan selaku Direktur Hak Cipta HKI dalam penegakan hukum HKI di Indonesia
terdapat dilemma, yang dapat dilihat dari beberapa aspek. Pertama, aspek budaya
dimana masyarakat cenderung belum merasa bersalah menggunakan barang bajakan.
Kedua aspek social, dimana seharusnya penegak hukum harus dilakukan tanpa
pandang bulu. Dan ketiga, aspek hukum dimana masih terdapat perbedaan persepsi
mengenai hukum HKI. Dan para penegak hukum dan masyarakat.
3.2
PENGERTIAN HAK CIPTA
Hak
cipta merupakan hak kebendaan atau sub system dari hokum benda. Hak kebendaan
ini menurut Sri Sudewi M. Sofwan dirumuskan bahwa hak mutlak atas suatu benda
dimana hak itu memberikan kekuasaan langsung atas suatu bendadi mana hak itu
memberikan kekuasaan langsung ats suatu benda dan dipertahankan terhadap
siapapun.
Mariam
Daus berpendapat bahwa hal kebendaan terbagi atas dua bagian yaitu : Hak
kebendaanyang sempurna dan hak kebendaan yang terbatas. Hak kebendaan yang
sempurna adalah hak kebendaan yang memberikan kenikmatan yang sempurna (penuh)
bagi si pemilik. Selanjutnya untuk hak yang demikian disebut dengan hak
kemilikan. Hak kebendaan terbatas adalah hak yang memberikan kenimatan yang
tidak penuh atas suatu benda. Jika dibandingkan dengan hak milik artinya hak
kebendaan terbatas itu tidak penuh.atau kurang sempurnajika dibandingkan dengan
hak milik.
Dapat
disimpulkan bahwa pandangan Marium dams Badrulzaman yang dimaksud dengan hak
kebendaan dalam kategori hak kebendaan yang terbatas. Apabila dikaitkan pada
hak cipta, maka dapat dikatakan bahwa hak cipta merupakan bagian dari benda.
Rumusan tentang benda itu sendiri terdapat pada pasal 499 KUH Pdt, yang disebut
benda adalah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasi oleh hal
milik.
Hak cipta adalah hak
eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya. Hak cipta merupakan salah satu jenishak kekayaan intelektual, namun hak cipta
berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaaninvensi), karena hak cipta bukan merupakan hak
monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang
melakukannya. Hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada penerbit
untuk menjual karya cetak. Baru ketika peraturan hukum tentang copyright mulai
diundangkan pada tahun 1710 dengan Statute
of Anne di Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan
penerbit. Peraturan tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang
menjamin bahwa penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut
setelah transaksi jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur
masa berlaku hak eksklusif bagi pemegangcopyright, yaitu selama 28
tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik umum. Setiap negara menerapkan persyaratan yang berbeda
untuk menentukan bagaimana dan bilamana suatu karya berhak mendapatkan hak
cipta.
Hak
cipta pertama kali mendapat perlindungan di tingkat Internasional pada tanggal
9 September 1886 melalui Berne Convention for The Protection of
Literary and Artistic (("Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra" atau "Konvensi Bern") pada tahun 1886). Hak cipta terdiri dari hak
ekonomi dan hak moral. Secara umum, hak ekonomi adalah hak eksklusif pencipta
untuk memperoleh manfaat ekonomi dari karya ciptanya dan produk-produk terkait.
Hak ekonomi meliputi hak untuk memperbanyak, mendistribusi, menterjemahkan,
membuat adaptasi, membuat pertunjukan, dan memperagakan (display) suatu
karya cipta. Hak moral terdiri daripaternity right (hak
untuk diidentifikasi sebagai pengarang atau direktur suatu karya),integrity
right (hak untuk menolak perubahan atas suatu karya), dan privacy
right (hak pemanfaatan foto dan film).
Teknologi Informasi atau Information Technology (IT) adalah
istilah umum yang menjelaskan teknologi apa pun yang membantu manusia dalam
membuat, mengubah, menyimpan, mengomunikasikan dan/atau menyebarkan informasi.
Dunia Teknologi Informasi (IT) khususnya komputer merupakan teknologi yang
sudah tidak asing lagi oleh sebagian besar masyarakat dunia. Komputer seakan
telah menjadi bagian hidup yang tak terpisahkan dalam aktivitas sehari-hari. Di
perkantoran, sekolah, perguruan tinggi dan sebagainya, komputer menjadi salah
satu bagian penting untuk mempermudah kelancaran pekerjaan, tugas, pelayanan
dan penyediaan informasi, dan lainnya.
3.3 KASUS PELANGGARAN HAK CIPTA DI DUNIA IT
Pelanggaran hak cipta adalah adalah perbuatan
yang melanggar peraturan perundang-undangan, kode etik, kebijakan,
penyalahgunaan wewenang yang merugikan kepentingan umum. Banyak cara yang
dilakukan oleh si pelanggar untuk memperoleh keuntungannya sendiri. Apalagi
sekarang ini di dukung oleh peralatan dan perangkat canggih, seperti komputer,
internet, dan lain sebagainya. Banyak kasus pelanggaran hak cipta, mulai dari
yang sederhana seperti pembajakan CD dan VCD yang mudah kita temui di mal-mal,
bahkan ada di pasar tradisional. Sampai dengan kasus pelanggaran hak cipta yang
berat, seperti meniru bentuk logo, gambar, lukisan, sampai software, gadget dan
lain-lain. Maraknya Pembajakan di akibatkan minat masyarakat yang tinggi untuk
membeli produk bajakan. Karena harganya yang murah, masyarakat cenderung untuk
membeli CD dan VCD bajakan dari pada CD dan VCD asli yang lebih mahal. Oleh
karena itu, pembinaan moral masyarakat merupakan hal yang sangat vital
dalam mencegah maraknya praktek pembajakan.
“Berdasarkan laporan para distributor kami
diseluruh Indonesia, software Bamboomedia telah banyak dibajak. Jika produk
asli dijual dengan harga Rp 45.000, maka produk bajakannya hanya dijual
dipasaran Rp2.500,” katanya. – ant/ahi, dikutp dari http://republika.co.id/berita/36399/Indonesia_Peringkat_12_Pembajakan_Software.Direktur Bamboomedia
Cipta Persada, sebuah produser softwer lokal, Putu Sidarta, mengatakan,
maraknya pembajakan software telah menyebabkan rendahnya kreativitas di
industri bidang software dengan demikian kita tau bahwa pembajakan telah merugikan
banyak pihak, para developer software pun juga jadi males bikin software.
Dan seperti yang di beritakan oleh Republika
dalam websitenya dihttp://www.republika.co.id/berita/trendtek/gadget/11/04/19/ljvye0-tuduh-menyontek-produk-apple-gugat-samsung, Apple Inc. menggugat
Samsung Electronics Co. dengan tuduhan pelanggaran hak cipta. Apple mengklaim produk-produk
Galaxy Samsung, baik ponsel maupun tablet mencontek produk iPhone dan iPad
Aple. Mulai dari disain, kemasan, sampai interface pengguna. Inilah yang
kemudian dianggap pelanggaran hak cipta, paten, dan trademark. Gugatan diajukan
Apple ke Pengadilan Distrik Northern California. "Ketimbang berinovasi dan
mengembang teknologi sendiri untuk produk-produknya, Samsung lebih memilih
mengcopy (menyontek) teknologi Apple." Begitulah salah satu bagian dari
tuntutan setebal 38 halaman itu, seperti dikutip Wall Street Journal.
Dikutip dari (Buku Panduan Hak Kekayaan
Intelektual (HKI), 2006) suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai pelanggaran
hak cipta apabila perbuatan tersebut melanggar hak ekslusif dari pencipta atau
pemegang hak cipta. Hak ekslusif yaitu hak yang hanya dimiliki oleh pencipta
atau pemegang hak cipta untuk memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin
kepada orang lain untuk menggunakan ciptaannya sedangkan menurut literatur dari
wikipedia adalah “hak untuk menyalin suatu ciptaan”.
3.4 UNDANG – UNDANG HAK CIPTA
Sejak
Indonesia menyataka berdaulat penuh pada 17 Agustus 1945 diikuti dengan
dibuatnya UUD 45 tanggal 18 Agustus maka berdasarkan Pasal II aturan peralihan
UUD 45 maka semua peraturan perundangan peninggalan jaman kolonial Belanda
tetap langsung berlaku sepanjang belum dibuat yang baru dan tidak bertentangan
dengan UUD 45. Berdasarkan ketentuan tersebut maka khusus yang berkaitan dengan
pengaturan hak cipta diberlakukan Auteurswef 1912 peninggalan kolonial belanda.
Tiga puluh tahun k emudian, tepatnya tahun 1982 baru Pemerintah RI dapat
membuat UU hak cipta nasional yang dituangkan dalam UU NO.6 tahun 1982 tentang
hak cipta ini banyak mengalami perubahan serta penambahan peraturan pelaksana,
sbb.39
a. UU
NO.6 tahun 1982 tentang Hak Cipta:
b. UU
NO.7 tahun 1987 tentang Perubahan UU NO.6 tahun 1982 tentang Hak Cipta;
c. UU
NO.12 tahun 1997 tentang Prubahan UU NO.6 tahun 1982 sebagaimana diubah dengan
UU NO.7 tahun 1987 tentang hak Cipta;
d. UU
NO.19 tahun 2002 tentang hak Cipta yang menyatakan mencabut UU lama tentang hak
cipta;
e. UU
NO.4 tahun 1990 tentang Wajib Serah Simpan Karya Cetak dan Karya rekam.
Selain diatur dalam UU
maka sebagai kelengkapan pengaturan hak cipta juga diatur dalam beberapa
peraturan pelaksanaan, yaitu:
a. PP
NO.14 tahun 1986 Jo PP NO.7 tahun 1989 tentang Dewan hak Cipta;
b. PP
NO.1 tahun 1989 tentang penerjemahanhan dan perbanyakan ciptaan untuk
kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan.penelitian dan pengembangan".
c. Keppres
RI NO.18 tahun 199.7 tentang pengesahan Berne Convention for the Protection of
Literaray and Artistic works.
d. Keppres
RI NO.17 tahun 1988 tentang Pengesahan persetujuan mengenai perlindungan Hukum
secara timbal balik terhadap hak Cipta atas ya Rekaman Suara antara RI dengan
Masyarakat Eropa:
e. Keppres
RI NO.25 tahun 1989 tentang Pengesahan Persetujuan mengenai Perlidungan Hukum
secara timbal balik terhadap hak Cipta anatar RI dengan Amerika Serikat;
f. Keppres
RI NO.38 tahun 1993 tentang pengesahan persetujuan Perlindungan Hukum secara
timbai balik terhadap hak cipta antara Rl dengan Australia:
g. Keppres
RI NO.56 tahun 1994 tentang pengesahan persetujuan mengenai perlindungan
terhadap Hak Cipta antara RI dengan lnggris:
h. Peraturtan
menteri Kehakiman Rl NO.M.01-HC.03.01 tahun 1987 tentang pendaftaran Ciptaan:
i.
Keputusan menteri kehakiman
Rl,NO.M.04.PW.07.03 tahun 1988 tentang Penyidikan hak cipta;
j.
Surat Edaran menteri kehakiman RI
NO.M.01.PW 07.03 tahun 1990 tentang kewenangan menyidik Tindak Pidana Hak
Cipta;
k. Surat
Edaran menteri kehakiman RI NO.M.02 .I :C.03.01 tahun 1991 tentang Kewajiban
melampirkan NPWP dalam permohonan pendaftaran ciptaan dan pencatatan pemindahan
hak cipta terdaftar.
Penegakan hukum atas hak cipta biasanya dilakukan oleh pemegang
hak cipta dalam hukum perdata, namun ada pula sisi hukum pidana. Sanksi pidana secara
umum dikenakan kepada aktivitas pemalsuan yang serius, namun kini semakin lazim
pada perkara-perkara lain. Ketentuan pidana dalam Undang-undang no 19
Tahun 2002 barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan dipidana dengan
pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda
paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah). Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil
pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah). Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan
untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Setiap negara menerapkan persyaratan yang berbeda untuk
menentukan bagaimana dan bilamana suatu karya berhak mendapatkan hak cipta,
misalnya, suatu ciptaan harus mengandung faktor "keahlian, keaslian, dan
usaha. Pemegang hak cipta bisa jadi adalah orang yang memperkerjakan pencipta
dan bukan pencipta itu sendiri bila ciptaan tersebut dibuat dalam kaitannya
dengan hubungan dinas. Prinsip ini umum berlaku; misalnya dalam hukum Inggris (Copyright
Designs and Patents Act 1988) dan Indonesia (UU 19/2002 pasal 8).
Dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia, terdapat perbedaan penerapan prinsip
tersebut antara lembaga pemerintah dan lembaga swasta.
Di Indonesia, jangka waktu perlindungan hak cipta secara umum
adalahsepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun atau 50
tahun setelah pertama kali diumumkan atau dipublikasikan atau dibuat,
kecuali 20 tahun setelah pertama kali disiarkan untuk karya siaran, atau tanpa
batas waktu untuk hak moral pencantuman nama pencipta pada ciptaan dan untuk
hak cipta yang dipegang oleh Negara atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang
menjadi milik bersama.
Asosiasi Hak Cipta di
Indonesia antara lain:
1. KCI : Karya Cipta
Indonesia
2.
ASIRI : Asosiasi Indrustri Rekaman Indonesia
3.
ASPILUKI : Asosiasi Piranti Lunak Indonesia
4.
APMINDO : Asosiasi Pengusaha Musik Indonesia
5.
ASIREFI : Asosiasi Rekaman Film Indonesia
6.
PAPPRI : Persatuan Artis Penata Musik Rekaman Indonesia
7.
IKAPI : Ikatan Penerbit Indonesia
8.
MPA : Motion Picture Assosiation
9.
BSA : Bussiness Sofware Assosiation
3.5
PERLINDUNGAN HAK CIPTA
1. Jenis-jenis Ciptaan Yang Dilindungi
Menurut
ketentuan Pasal 11 ayat UUHC, ciptaan yang dilindungi oleh UUHC adalah ciptaan
dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang meliputi bebagai jenis
karya berikut ini:
a. Buku,
program komputer, Famflet, susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan
semua hasil karya tulis lainnya;
b. Ceramah,
kuliah, pidato, clan eiptaan lainnya yang diwujudkan dengan cara diucapkan;
c. Alat
peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d. Ciptaan
lagu atau musik dengan atau tanpa teks, termasuk karawitan, dan rekaman suara;
e. Drama,
tari (koregrati), pewayangan, pantomin;
f. Karya
pertunjukan;
g. Karya
siaran;
h. Seni
rupa dalam bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrali. seni
pabat, seni patung, kolase, seni terapan yang berupa seni kerajinan tangan;
i.
Arsitektur;
j.
Peta;
k. Seni
batik;
l.
Fotografi;
m. Sinematografi;
n. Terjemahan,
tafsiran, saduran, bunga rampai dan karya lainnya dari hasil pengalihwujudan.
Berdasarkan
ketentuan di atas menunjukan suatu konsep bahwa perwajahan karya tulis adalah
karya cipta yang lazim dikenal dengan "typolographical arrangement",
yaitu aspek seni pada susunan dan bentuk penulisan karya tulis. Hal ini
mencangkup antara lain format, hiasan, warna dan susunan atau tata letak huruf
indah yang secara keseluruhan menampilkan wujud yang khas. Alat peraga adalah
ciptaan yang berbentuk dua ataupun tiga dimensi yang berkaitan dengan geografi,
topografi, arsitektur biologi, atau ilmu pengetahuan lain. Sedangkan ciptaan
lain yang sejenis adalah ciptaan-ciptaan seperti ceramah, kuliah dan pidato.
UUHC menyebutkan lagu atau musik berarti sebagai karya yang bcrsifat utuh,
sekalipun terdiri atas unsur lagu atau melodi, syair atau lirik dan
aransemennya termasuk notasi yang dimaksud dengan utuh adalah bahwa lagu atau
musik tersebut merupakan suatu kesatuan karya cipta. Gambar antara lain
meliputi : motif, diagram, sketsa, logo, dan bentuk huruf indah, dan gambar
tersebut dibuat bukan untuk tujuan desain industri. Pengertian kolase adalah
komposisi artistik yang dibuat dari berbagai bahan (misalnya dari kain, kertas,
kayu, dll) yang ditempel pada permukaan gambar. Seni terapan yang brupa
kerajinan tangan sejauh tujuan pembuatannya bukan untuk produksi secara massal
merupakan suatu ciptaan.
Arsitektur
antara lain meliputi seni bangunan, seni gambar, seni gambar miniatur dan seni
gambar market bangunan. Sedangkan peta adalah suatu gambar dari unsur-unsur
alam dan/atau buatan manusia yang berada di atas ataupun bawah permukaan bumi yang
digambarkan pada sualu bidang datar dengan skala tertentu. Batik yang dibuat
secara konvensional sebagai bentuk ciptaan tersendiri karena mempunyai nilai
seni, baik pada ciptaan motif atau gambar maupun komposisi warnanya. Disamakan
dengan pengertian seni batik adalah karya tradisional lainnya yang merupakan
kekayaan bangsa indonesia yang terdapat di berbagai daerah, seperti songket,
ikat dan lain-lain yang dewasa ini dikembangkan.
Karya
sinematografi adalah karya cipta yang merupakan media , komunikasi massa gambar
gerak (moving image) antara lain meliputi : film dokumenter, film iklan,
reportase atau film cerita yang dibuat dengan skenario dan film kartun. Karya
sinematografi dapat dibuat dengan pita soluloid, pita video, piringan video,
cakram optik dan/atau media lain yang memungkinkan untuk dipertunjukkan di
bioskop, di layar lebar atau ditayangkan di televisi atau di media lainnya.
Karya serupa itu dibuat oeh peusahaan pembuat film, stasiun televisi atau
peroragan.
Bunga
rampai adalah karya cipta meliputi : ciptaan dalam bentuk buku yang berisi
kumpulan karya tulis pilihan yang direkam dalam satu kaset, cakram optik, atau
media lain, serta komposisi berbagai karya tari pilihan.
Database
adalah kompilasi data dalam bentuk apapun yang dapat dibaca olah mesin
(komputer) atau dalam bentuk lain, yang karena alasan pemilihan atau pengaturan
atas isi data itu merupakan kreasi intelektual.
Perlindungan terhadap
database diberikan dengan mengurangi hak pencipta. lain yang ciptaannya
dimasukkan dalam database tersebut, sedangkan pengalihwujudan adalah pengubah
bentuk, misalnya dari bentuk patung menjadi lukisan, cerita roman menjadi
drama, drama menjadi sandiwara radio, dan novel menjadi film. Ciptaan yang
belum diumumkan sebagai contoh sketsa,manuskrip, cetak bim (blue print) dan
yang sejenisnya dianggap ciptaan yang sudah merupakan suatu kesatuan yang
lengkap.
Yang
tidak mendapatkan perlindungan Hak Cipta terdapat pasal 3 UUHC yaitu:
Ø Hasill
rapat terbuka lembaga-lembaga negara
Ø Peraturan
perundang-undangan.
Ø Pidato
kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah
Ø Putusan
pengadilan atau penetapan hakim, atau
Ø Keputusan
hadan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
2. Lamanya
Perlidungan
Dasar Filosofi berlakunya hak cipta
adalah sesuai dengan konsepsi hak milik yang bersifat immaterial yang merupakan
hak kebendaan. Hak kebendaan yang mempunyai sifat droit de suit, senantiasa
mengikuti dimana benda tersebut berada, sehingga pemilik boleh melakukan
tindakan Hukum apa saja terhadap haknya. Adanya batasan waktu pemilikan hak
cipta dalam jangka waktu selama hidup ditambah 50 tabun, diharapkan hak cipta
tidak tertahan lama pada tangan seseorang pencipta sebagai pemiliknya. Sehingga
setelah si pencipta meninggal dan ditambah dengan 50 tahun, selanjutnya haknya
dapat dinikmati oleh masyarakat lusa secara bebas sebagai milik umum (Public
domain), artinya masyarakat boleh mengumumkan atau mernperbanyak tanpa harus
minta izin kepada si pencipta atau si pemengan hak dan tidak dianggap sebagai
pelanggaran hak cipta.
Pembatasan jangka waktu hak cipta yang
tercantum pada UUHC No. 19 tahun 2002, dikenal juga pada aturan Belanda yaitu
Auterswet 1912. Ketentuan auterswet ini merupakan pengambilalihan dari
ketentuan Internasional Konvensi Bern.
Pembatasan hak cipta mempunyai makna
supaya hak pencipta sebagai pemilik suatu ciptaan senantiasa benar-benar
dihormati sebagai hak individu, dengan jangka waktu yang relative panjang akan
tercipta keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat yang dikenal
dengan konsepsi hak milik yang berfungsi sosial. Walaupun demikian dalam
praktek ternyata batasan kepemilikan hak cipta ini justru sering menguntungkan
pihak lain yaitu pihak prosedur dalam hal karya lagu serta karya seni lainnya
dan pada pihak penerbit dalam hal karya cipta berupa buku. Hal ini tidak
terlepas dari hak cipta yang mengandung sifat komersial, yaitu ada unsur
ekonomis dalam rangka mencari keuntungan.
Ciptaan buku, ceramah, alat peraga,
lagu, drama, tari, seni rupa, arsitektur, peta, seni batik, terjemahan, tafsir,
saduran, berlaku selama hidup pencipta ditambah 50 tahun setelah pencipta
meninggal dunia. Ciptaan program komputer, sinematografi, rekaman suara, karya
pertunjukan, karya siaran berlaku selama 50 tabun sejak pertama kali diumumkan.
Ciptaan atas fotografi, berlaku selama 25 tahun sejak pertama kali diumumkan
dan ciptaan atas karya susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan, berlaku
selama 25 tahun sejak pertama kali diterbitkan. Ciptaan yang dimilki atau
dipegang oleh badan hukum, berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali
diumumkan.
3.6
STRATEGI PENANGGULANGAN CYBER CRIME
1. Strategi
Jangka Pendek
a. Penegakan hukum
pidana: salah satu manivestasi untuk mebuat hukum tidak hanya sebagai barang
hukum tidak hanya senagai barang rongsokan yang tidak berguna.
b. Mengoptimalkan UU
khusus lainnya. Sector cyber space banyak bersentuhan dengan
sektor-sektor laun yang telah memiliki aturan khusus dalam pelaksanaannya. Ada
beberapa aturan yang bersentuhan dengan dunia cyber yang dapat
digunakan untuk menjerat pelaku cybercrime, sehingga sepak
terjangnya semakin sempit.
c. Rekruitment aparat
penegak hukum. DIutamakan dari masyarakat yang menguasai dunia komputer dan
internet di samping kemampuan lain yang dipersyaratkan.
2 Strategi
Jangka Menengah
a.
Cyber police : orang-orang khusus yang dilatih dan dididik untuk
melakukan penyidikan cybercrime. Pola pembentukannya merupakan
bagian dari upaya reformasi kepolisian.
b.
Kerjasama internasional. Hal ini dikarenakan kejahatan modern
sudah melintasi batas-batas nnegara yang dilakukan berkat dukungan teknologi,
sistgem komunikasi, dan trasnportasi. Hal ini dapat menunjukkan adanya sistem
kepolisian yang terbuka, dan mendapatkan keuntungan dalam kerjasama mengatasi
penjahat-penjahat internasional yang masuk melintasi wilayah hukum Indonesia.
3 Strategi
Jangka Panjang
a.
Membuat UU cybercrime. Tujuannya adalah untuk
pemberatan atas tindakan pelaku agar dapat menimbulkan efek jera dan mengatur
sifat khusus dari sistem pembuktian.
b.
Membuat perjanjian bilateral. Media internet adalah media
global, yang tidak memiliki batasan waktu dan tempat. Cybercrime dapat
melibatkan beberapa negara, sehingga perlu hubungan di jalur bilateral untuk
menaggulanginya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Kejahatan dalam bidang
teknologi informasi dengan melakukan serangan elektronik berpotensi menimbulkan
kerugian pada bidang politik, ekonomi, social budaya, yang lebih besar
dampaknya dibandingkan dengan kejahatan yang berintensitas tinggi lainnya. Di
masa datang, serangan elektronik dapat mengganggu perekonomian nasional melalui jaringan yang berbasis teknologi informasi. Hal ini dipicu oleh beberapa permasalahan yang ada dalam konvergensi teknologi, misalnya internet membawa dampak negative dalam bentuk munculnya jenis kejahatan baru. Perkembangan TI di era globalisasi akan diwarnai oleh manfaat dari adanya e-commerce, e-government, foreign direct investment, industry penyedia informasi dan pengembangan UKM. Tindak kejahatan (Crime), tidak terlepas dari lima faktor yang terkait, antara lain karena adanya pelaku kejahatan, modus kejahatan, korban kejahatan, reaksi sosial atas kejahatan, dan hukum.
masa datang, serangan elektronik dapat mengganggu perekonomian nasional melalui jaringan yang berbasis teknologi informasi. Hal ini dipicu oleh beberapa permasalahan yang ada dalam konvergensi teknologi, misalnya internet membawa dampak negative dalam bentuk munculnya jenis kejahatan baru. Perkembangan TI di era globalisasi akan diwarnai oleh manfaat dari adanya e-commerce, e-government, foreign direct investment, industry penyedia informasi dan pengembangan UKM. Tindak kejahatan (Crime), tidak terlepas dari lima faktor yang terkait, antara lain karena adanya pelaku kejahatan, modus kejahatan, korban kejahatan, reaksi sosial atas kejahatan, dan hukum.
Hak untuk mengontrol
akses bagi hasil karya seseorang sebelum dipublikasikan tidak akan menimbulkan
permasalahan dalam kebebasan berbicara, akan tetapi penerbit dapat mengontrol
akses tersebut setelah terjadinya publikasi. Hal ini menjelaskan bahwa secara
historis hak cipta dianggap sebagai suatu bentuk monopoli yang seharusnya
secara tegas ditafsirkan untuk melayani kepentingan publik di atas pemegang hak
cipta.
4.2 SARAN
Diperlukan regulasi (kebijakan
serta peraturan yg berkaitan dengan peraturan perundangan) untuk
melengkapi Undang-undang Hak Cipta yang belum mengantisipasi perkembangan
teknologi informasi. Sebab selain hak cipta intelektual, seluruh karya cipta
perlu mendapat perlindungan hukum. Misalnya ketika mendengarkan musik, menonton
video atau film di televisi kabel yang disediakan sebuah hotel, segala pajak
dan royalti dibayar hotel bersangkutan. Namun jika hal yang sama dinikmati
melalui internet seperti buku-buku best seller yang seringkali
mahal harganya, karya-karya cipta prestisius lain yang dihasilkan para
pencipta, dengan mudah dapat diakses (ditransfer file melalui FTP, file
transfer protocol) melalui internet tanpa harus dibeli. Apakah provider
(penyedia jasa koneksi internet) telah membayar royalti atau membeli hak cipta
(siar) atas karya-karya tersebut bagi pelanggannya. Hal itu menjadi masalah
pelik jika tidak terlindungi secara hukum. Sebab selain merugikan hak-hak
penulisnya, juga sangat merugikan produsen karya bersangkutan yang telah
memegang hak ekonomi atas karya-karya tersebut.
Adanya pembinaan moral
masyarakat merupakan hal yang sangat vital dalam mencegah maraknya praktek
pembajakan. Untuk memberantas para pembajak, polisi atau penegak hukum harus
mampu menguasai iptek. Karena natinya, pasti ada modus baru yang lebih canggih
yang digunakan oleh para pembajak. Dan juga memberi jaminan jika pihak
kepolisian tidak akan melindungi aktivitas dari para pembajak. Negara ini kan
terbiasa perang seperti perang melawan kemiskinan, perang melawan korupsi, dan
perang melawan kelaparan. Kini saatnya masyarakat memerangi praktek pembajakan.
Mulai dari diri sendiri dan mulai saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
http : // www. sains.
Org.
Prosiding. Rangkaian
Lokakarya Terbatas Masalah-Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya,
Jakarta 10-11 Februari
Satjipto Raharjo, Biarkan
Hukum Mengalir (Penerbit Buku. Kompas, 2007)
Etty Susilowati, Bunga
Rampai Hak Kekayaan Intelektual. Semarang : 2007. Program Magister Ilmu Hukum
Universitas Diponegoro.
Prosiding Simposium
Nasional Haki, 18 Desember 2003. hal 15.
Edy Damian. Op. cit hal
60 39 Budi santoso, Materi Hak Cipta, Opcit hal 41
Rachmadi Usman : Hukum
Hal Atas Kekayaan Intelektual (Perlindungan dan Dimensi hukumnya di Indonesia).
Bandung PT: Alumni 2003
Sri Soedewi Masjshoen
Sofyan. Hukum Perdata. Hukum Benda. Liberty. Yogyakarta. 1981
hood job gan
BalasHapuskaca pembesar lampu led